BAGIAN KEDUAPULUHTUJUH
TABUK DAN KEMATIAN IBRAHIM
[Tulisan 1 Dari 3]
Highlight
- Ketentuan Zakat dan Kharaj
- Berita Rumawi bersiap siap
- Seruan Muhammad menghadapi Rumawi
- Muslimin menyambut seruan Rasul
- Mereka yang tinggal di belakang dan orang-orang Munafik
- Muhammad bersikap tegas
- Tentara Rumawi
- Jalan ke Syam yang panas membakar
- Rumawi menarik diri ketakutan
- Perjanjian dengan Yohanna dan para amir perbatasan
- Kembali ke Medinah
- Ibrahim sakit
- Muhammad meratapi kematian Ibrahim
PERISTIWA rumah-tangga serta ketegangan dan kegelisahan yang timbul antara Nabi dengan isteri-isterinya tidak sampai mengubah segala sesuatu mengenai masalah-masalah umum. Setelah Mekah dibebaskan dan penduduk kota itu menerima Islam, sekarang masalah-masalah umum itu sudah terasa makin penting sekali. Seluruh masyarakat Arab sudah mulai merasakan betapa pentingnya hal itu. Rumah Suci itu sudah merupakan tempat suci buat orang Arab, tempat mereka berziarah sejak berabad-abad lamanya. Rumah Suci ini dan segala sesuatunya yang berhubungan dengan itu - penjagaan, penyediaan makanan dan air serta hal-hal yang berhubungan dengan masalah haji dari pelbagai macam upacara - sekarang berada di tangan Muhammad dan di bawah undang-undang agama baru ini. Sudah tentu sekali dengan dibebaskannya Mekah masalah-masalah umum di kalangan Muslimin akan jadi bertambah, dan kaum Muslimin pun akan bertambah pula merasakan akan adanya pengaruh mereka di segala pelosok jazirah. Dengan bertambahnya masalah-masalah umum ini dengan sendirinya akan bertambah pula pengeluaran-pengeluaran masyarakat umum itu.
Oleh karena itu kaum Muslimin harus mengeluarkan zakat ‘usyr 1. dan orang-orang Arab yang masih bertahan dengan jahiliahnya diharuskan pula membayar kharaj (pajak tanah). Hal ini menimbulkan kegelisahan di kalangan mereka; kadang mereka menggerutu, bahkan lebih dari hanya sekadar menggerutu. Akan tetapi, peraturan baru yang berhubungan dengan agama baru ini, soal pemungutan ‘usyr dan kharaj di seluruh jazirah belum merupakan suatu jalan ke luar. Untuk maksud itu Muhammad kemudian mengutus sahabat-sahabatnya - tak lama setelah ia kembali dari Mekah - untuk memungut ‘usyr dari penghasilan para kabilah yang sudah beragama Islam tanpa mengusik-usik modal pokok. Mereka semua itu berangkat menuju tujuannya masing-masing, dan para kabilah itu pun menyambut mereka dengan ramah sekali dan zakat ‘usyr itu pun dibayarnya dengan segala senang hati. Tak ada pihak yang mau mengelak dari itu selain daripada anak-suku dari Banu Tamim dan Banu’l-Mushtaliq. Sementara zakat ‘usyr itu dikenakan kepada kabilah-kabilah dekat kabilah Banu Tamim yang mereka laksanakan berupa ternak dan harta, tiba-tiba Banu’l-‘Anbar [anak suku Banu Tamim], sebelum mereka itu dimintai zakat, mereka sudah siap membawa tombak dan pedang mengusir petugas itu dari daerahnya.
Setelah berita ini disampaikan kepada Muhammad, ia segera menugaskan ‘Uyaina b. Hishn memimpin lima puluh orang anggota pasukan berkuda. Mereka diserbu dengan tiada setahu mereka dan mereka pun lari tunggang-langgang. Lebih dari limapuluh orang terdiri dari laki-laki, wanita dan anak-anak menjadi tawanan, dan mereka ini dibawa pulang ke Medinah. Tawanan itu oleh Nabi dipenjarakan. Di kalangan Banu Tamim ini sudah ada sejumlah kaum Muslimin yang pernah ikut berperang di samping Nabi dalam membebaskan Mekah dan di Hunain. Yang sebagian lagi masih tetap dalam jahiliah.
Setelah mengetahui apa yang terjadi terhadap kawan-kawan mereka dari Banu’l-‘Anbar itu, mereka mengirimkan utusan ke Medinah, terdiri dari pemuka-pemuka mereka sendiri. Bila mereka sudah sampai di mesjid, mereka memanggil-manggil Nabi dari luar kamar: Muhammad, keluarlah ke mari. Panggilan mereka ini sangat mengganggu Nabi. Sebenarnya ia tidak akan keluar menemui mereka, kalau tidak karena terdengar suara azan sembahyang lohor. Begitu mereka melihat Nabi, segera mereka melaporkan apa yang telah dilakukan ‘Uyaina terhadap golongan mereka itu. Juga mereka melaporkan tentang beberapa orang yang sudah masuk Islam dan pernah berjuang di sampingnya, selanjutnya dikatakan betapa kedudukan mereka itu di tengah-tengah masyarakat Arab.
“Kami kemari hendak berlumba,” kata mereka lagi. “Berilah ijin kepada penyair dan orator kami.”
Kemudian juru pidato mereka, ‘Utarid b. Hajib berpidato. Setelah selesai, Rasulullah memanggil Thabit b. Qais untuk membalasnya. Seterusnya penyair mereka, Az-Zabriqan b. Badr membacakan sajak-sajak yang kemudian dibalas oleh Hassan b. Thabit. Setelah selesai perlombaan itu, ‘Afra’ b. Habis berkata: Orang ini memang tepat sekali. Oratornya lebih ulung dari orator kita, penyairnya juga lebih pandai dari penyair kita dan suara mereka lebih nyaring dari suara kita. Dan rombongan itu pun menerima Islam. Tawanan-tawanan itu oleh Nabi dibebaskan dan dikembalikan kepada mereka.
Ada pun Banu Mushtaliq, begitu mereka melihat pemungut zakat dan pajak, mereka lari ketakutan. Kemudian mereka mengutus orang kepada Nabi melaporkan, bahwa adanya kekuatiran yang tidak pada tempatnya itu telah menimbulkan adanya salah paham.
Pengaruh Muhammad kini sudah mulai terasa sampai ke pelosok-pelosok jazirah. Setiap ada golongan atau kabilah yang mencoba-coba hendak melawan pengaruh itu, Nabi sudah siap pula mengirimkan kekuatan ke sana dan mengharuskan mereka tunduk membayar kharaj dengan tetap dalam kepercayaan mereka, atau sebagai orang Islam dengan membayar zakat.
Sementara perhatiannya sedang diarahkan ke seluruh jazirah Arab supaya jangan lagi ada pihak yang akan dapat menggoyahkan, dan keamanan di seluruh wilayah itu benar-benar aman sampai ke pelosok-pelosok, tiba-tiba ada berita sampai kepadanya dari pihak Rumawi, bahwa negara itu sedang menyiapkan sebuah pasukan tentara yang hendak menyerang perbatasan tanah Arab sebelah utara, dengan suatu serangan yang akan membuat orang lupa akan penarikan mundur yang secara cerdik dilakukan pihak Arab di Mu’ta dulu itu. Juga akan membuat orang lupa akan pengaruh Muslimin yang deras maju ke segenap penjuru yang hendak membendung kekuasaan Rumawi di Syam dan kekuasaan Persia di Hira. Berita itu tiba sudah begitu konkrit. Ia tidak lagi ragu-ragu dalam mengambil kesempatan ini. Ia hendak menghadapi sendiri kekuatan itu dan akan menghancurkannya sekali dengan mengikis habis setiap harapan dalam hati pemimpin-pemimpin mereka yang bermaksud hendak menyerang dan mengganggu kawasan itu.
Ketika itu musim panas belum berakhir. Suhu panas musim pada awal musim rontok yang sampai pada titik yang sangat tinggi itu merupakan musim maut yang sangat mencekam di wilayah padang pasir. Di samping itu memang perjalanan dari Medinah ke Syam, selain perjalanan yang panjang juga sangat sukar sekali ditempuh. Perlu ada keuletan, persediaan bahan makanan dan air. Jadi, tidak ada jalan lain Muhammad harus memberitahukan niatnya hendak berangkat menghadapi Rumawi itu kepada umum; supaya mereka juga bersiap-siap. Tidak ada jalan lain juga harus menyimpang pula dari kebiasaannya dalam ekspedisi-ekspedisinya yang sudah-sudah, yang dalam memimpin pasukannya sering ia menuju ke jurusan lain daripada yang sebenarnya dituju, untuk menyesatkan pihak musuh supaya berita perjalanannya itu tidak diketahui.
Kemudian Muhammad menyerukan kepada semua kabilah bersiap-siap dengan pasukan yang sebesar mungkin. Orang-orang kaya dari kalangan Muslimin juga dimintanya supaya ikut serta dalam menyiapkan pasukan itu dengan harta yang ada pada mereka serta mengerahkan orang supaya sama-sama menggabungkan diri ke dalam pasukan itu. Dengan demikian, itu akan berarti sekali sehingga dapat membawa rasa cemas kedalam jiwa pihak Rumawi, yang sudah terkenal oleh banyaknya jumlah orang dan besarnya perlengkapan.
Bagaimana gerangan kaum Muslimin menyambut seruan ini, yang berarti harus meninggalkan isteri, anak dan harta-benda, dalam panas musim yang begitu dahsyat, dalam mengarungi lautan tandus padang sahara, kering, air pun tak seberapa, kemudian harus pula menghadapi musuh yang sudah mengalahkan Persia, dan belum dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin? Akan tetapi iman mereka, kecintaan mereka kepada Rasul, serta kemesraan kepada agama, mereka pun terjun menyambut seruan itu, berangkat dalam satu arak-arakan yang rasanya dapat menyempitkan ruang padang sahara itu, sambil mengerahkan semua harta dan ternak mereka, siap dengan senjata ditangan, dengan debu yang sudah mengepul, yang begitu sampai beritanya kepada musuh, mereka akan lari tunggang-langgang. Ataukah barangkali perjalanan yang begitu sulit itu, di bawah lecutan udara panas, dibawah ancaman lapar dan haus, mereka akan jadi enggan dan kembali surut?
Dua perasaan itu di kalangan Muslimin ada pada waktu itu. Ada yang menyambut agama ini dengan hati yang bersemarak cahaya dan bimbingan Tuhan, hati yang sudah berkilauan cahaya iman, dan ia sudah tidak mengenal yang lain. Ada yang masuk agama dengan suatu harapan, dan dengan rasa gentar. Mereka mengharapkan harta rampasan perang, karena kabilah-kabilah itu sudah tak berdaya menahan serbuan Muslimin, lalu mereka menyerah dan bersedia membayar jizya2 dengan taat dan patuh. Yang merasa gentar karena kekuatan ini dapat menghantam kekuatan lain yang merintanginya, dan ditakuti kekuasaannya oleh setiap raja. Golongan pertama, dengan segera mereka itu berbondong-bondong menyambut seruan Rasulullah. Ada orang miskin dari mereka itu, tidak ada binatang beban yang akan ditungganginya, ada pula orang yang kaya raya, menyerahkan semua harta kepadanya untuk diserahkan kepada perjuangan di jalan Allah, dengan hati ikhlas, dengan harapan akan gugur pula sebagai syahid di sisi Tuhan. Sedang yang lain masih berat-berat langkah dan mulai mereka itu mencari-cari alasan, sambil berbisik-bisik sesama mereka dan mencemooh ajakan Muhammad kepada mereka untuk menghadapi suatu peperangan yang jauh, dalam udara yang begitu panas membakar.
Itulah mereka orang-orang munafik, yang karenanya Surah At-Taubah turun, yang berisi ajakan perjuangan yang paling besar dan tegas-tegas menyampaikan ancaman Tuhan kepada mereka yang membelakangi ajakan Rasulullah.
Ada sekelompok orang-orang munafik yang berkata satu sama lain: Jangan kalian berangkat perang dalam udara panas. Maka firman Tuhan ini turun:
“.... dan mereka berkata: “Jangan kamu berangkat perang dalam udara panas begini.’ Tapi katakanlah: ‘Api neraka lebih panas lagi, kalau kamu mengerti! Biarlah mereka tertawa sedikit dan menangis lebih banyak sebagai balasan atas hasil perbuatan mereka.” (Qur’an, 9: 81-82)
Kata Muhamnmad kepada Jadd b. Qais - salah seorang Banu Salima:
“Hai Jadd, engkau bersedia tahun ini menghadapi Banu’l Ashfar?”
“Rasulullah,” kata Jadd. “Ijinkanlah saya untuk tidak dibawa ke dalam ujian serupa ini. Masyarakat saya sudah cukup mengenal, bahwa tak ada orang yang lebih berahi terhadap wanita seperti saya ini. Kuatir saya, bahwa kalau saya melihat wanita-wanita Banu’l-Ashfar, saya takkan dapat menahan diri.” [Banu’lAshfar ialah bangsa Rumawi].
Oleh Rasulullah ia ditinggalkan. Dalam hubungan ini ayat berikut ini turun:
“Ada pula di antara mereka yang berkata: ‘Ijinkanlah saya (tidak ikut serta) dan jangan kaubawa saya ke dalam ujian ini.’ Ya, ketahuilah, mereka kini sudah terjatuh ke dalam ujian itu, dan bahwa neraka itu melingkungi orang-orang kafir.” (Qur’an, 9:49)
Orang-orang yang memang sudah membawa bibit-bibit kebencian dalam hatinya kepada Muhammad, mereka mengambil kesempatan dalam peristiwa ini supaya orang-orang munafik itu tambah munafik dan menghasut orang supaya tinggal di belakang medan perang. Muhammad melihat bahwa mereka itu tak dapat diberi hati, kuatir nanti akan merajalela. Ia berpendapat akan mengambil tindakan terhadap mereka dengan tangan besi. Ia mengetahui, bahwa banyak orang berkumpul di rumah Sulaim orang Yahudi itu. Mereka mau mengalang-alangi orang, mau menanamkan rasa enggan dalam hati orang dan supaya mereka tinggal saja di garis belakang. Didampingi oleh beberapa orang sahabat ia mengutus Talha b. ‘Ubaidillah kepada mereka dan rumah Sulaim itu dibakar. Salah seorang dari mereka patah kakinya ketika ia melarikan diri dari dalam rumah itu. Yang lain-lain langsung menerobos api itu dan dapat meloloskan diri.
Tetapi mereka sudah tidak lagi mengulangi perbuatan semacam itu. Bahkan itu menjadi contoh buat yang lain. Sesudah itu tak ada lagi orang berani melakukan perbuatan demikian.
Tindakan tegas terhadap orang-orang munafik itu ada juga bekasnya. Dalam mempersiapkan pasukan itu orang-orang kaya dan orang-orang berada telah pula datang menyumbangkan hartanya dalam jumlah yang cukup besar. Usman b. ‘Affan saja sendiri menyumbang seribu dinar, dan banyak lagi yang lain, masing-masing menurut kemampuannya. Setiap orang yang mampu tampil dengan perlengkapan dan biaya sendiri pula. Orang-orang yang tidak punya juga banyak yang datang ingin dibawa serta oleh Nabi. Mereka yang mampu oleh Nabi dibawa, sedang kepada yang lain ia berkata: “Dalam hal ini saya tidak mendapat kendaraan yang akan dapat membawa kamu.”
Catatan kaki:
1 Zakat ‘usyr ialah zakat hasil bumi yang dikenakan 1/10 dari produksi hasil pertanian bila diolah dengan bantuan air hujan atau mata air alam dan 1/20 bila diairi dengan menggunakan tenaga. Ada yang berpendapat, bahwa secara teknis ini bukan zakat, karena yang dikenakan hanya hasilnya (A).
2 Pajak kepala sebagai kompensasi atas setiap non-Muslim di bawah pemerintahan Islam dengan mendapat jarninan keamanan dan dibebaskannya ia dari wajib militer (A)
1 Zakat ‘usyr ialah zakat hasil bumi yang dikenakan 1/10 dari produksi hasil pertanian bila diolah dengan bantuan air hujan atau mata air alam dan 1/20 bila diairi dengan menggunakan tenaga. Ada yang berpendapat, bahwa secara teknis ini bukan zakat, karena yang dikenakan hanya hasilnya (A).
2 Pajak kepala sebagai kompensasi atas setiap non-Muslim di bawah pemerintahan Islam dengan mendapat jarninan keamanan dan dibebaskannya ia dari wajib militer (A)
0 comments:
Post a Comment